Dalam proses pencarian identitas diri tersebut terkadang remaja menempuh salah jalan. Bimbingan orang tua secara langsung dalam mengawal proses pencarian identitas diri ini sangat jarang kita temukan di masyarakat. Demikian pun dengan sekolah-sekolah yang hanya meenkankan aspek kognitif. Sekolah tidak memasukkan dalam kurikulmumnya materi-materi yang bisa dipakai remaja untuk mencari jawaban terhadap proses pencarian dirinya tersebut.
Orang tua, guru, pembina, orang dewasa mungkin sangat jauh dari remaja mengingat perbedaan usia. Terkadang remaja malu untuk berkonsultasi langsung pada orang yang lebih tua, terutama mengenai persoalan pribadinya. Teman sebaya adalah merupakan orang yang paling dekat dengan remaja. Sesama remaja mereka berbagi pengalaman, curhat, memebrikan solusi terahdap jawaban dan terkadang membantu penyelesain masalah remaja. Ada kedekatan psikologis ketika remaja akrab sesama remaja. Apalagi yang sama sekolahnya.
Orang tua, guru, pembina, orang dewasa mungkin sangat jauh dari remaja mengingat perbedaan usia. Terkadang remaja malu untuk berkonsultasi langsung pada orang yang lebih tua, terutama mengenai persoalan pribadinya. Teman sebaya adalah merupakan orang yang paling dekat dengan remaja. Sesama remaja mereka berbagi pengalaman, curhat, memebrikan solusi terahdap jawaban dan terkadang membantu penyelesain masalah remaja. Ada kedekatan psikologis ketika remaja akrab sesama remaja. Apalagi yang sama sekolahnya.
Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya. Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun (Hurlock, 1992) dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi.
Kami menyadari bahwa teman sekolah, teman gank, kelompok bermain,kelompok ekskul di sekolah merupakan orang yang paling dekat dan paling tahu tentang kehidupan temannya. Hubungan emosional yang terbangun diantara mereka menyebabkan solidaritas semakin kuat. Tidak mengherankan jika remaja terjerumus ke arah piositif ataupun negatif merupakan ajakan teman-temannya.
Berdasarkan kondisi tersebut kami melihat suatu peluang besar untuk pembinaan remaja, yakni dengan memanfaatkan remaja itu sendiri. Artinya remaja itu menjadi guru, sahabat, orang tua bagi temannya yang lain. Dengan adanya kedekatan ini kami berharap bahwa materi-materi pengembangan diri remaja dapat diserap dan diterima oleh remaja yang lainnya.
Pengalaman di beberapa negara maju, materi-materi pendidikan pengembanagn diri remaja tidak hanya didaptkan melalui seminar, training khusus, namun lebih banyak “digosipkan” dainatara remaja. Para remaja ini berkumpul bersama teman-temannya guna membahas persoalan remaja dan mencari solusi. Konsep ini lebih berhasil jika dibanding dengan pola konvensional selama ini. Konsep ini yang dikenal dengan Youth Peer Education selanjutnya banyak diadopsi oleh beebrapa negara dan lembaga swadaya. Kini hampir tiap negara mempunyai kelompok-kelompok seperti ini, tetu dengan nama dan wadah yang beragam. Sebut saja untuk Indonesia, yang paling populer PKBI (mengisi rubrik muda setiap hari Jum’at di Kompas).
Palang Merah Indoensia (PMI) merupakan salah satu lembaga yang menaruh perhatian pada pengembangan diri remaja. Melaui konsep Life Skill Education, Pendidikan Wanita Sebaya, Pendidikan Remaja sebaya diharapkan akan terbentuk generasi bangsa yang berkualitas. Konsep dari PMI sendiri menitikberatkan pada 3 aspek, yakni Aspek Sosial, Aspek Sosial dan Aspek Emosional. Dengan ketiga aspek tersebut diharapkan remaja mamapu untuk mencari jati dirinya memaui hal yang positif dan dengan hasil yang positif.
Berdasarkan kondisi tersebut kami melihat suatu peluang besar untuk pembinaan remaja, yakni dengan memanfaatkan remaja itu sendiri. Artinya remaja itu menjadi guru, sahabat, orang tua bagi temannya yang lain. Dengan adanya kedekatan ini kami berharap bahwa materi-materi pengembangan diri remaja dapat diserap dan diterima oleh remaja yang lainnya.
Pengalaman di beberapa negara maju, materi-materi pendidikan pengembanagn diri remaja tidak hanya didaptkan melalui seminar, training khusus, namun lebih banyak “digosipkan” dainatara remaja. Para remaja ini berkumpul bersama teman-temannya guna membahas persoalan remaja dan mencari solusi. Konsep ini lebih berhasil jika dibanding dengan pola konvensional selama ini. Konsep ini yang dikenal dengan Youth Peer Education selanjutnya banyak diadopsi oleh beebrapa negara dan lembaga swadaya. Kini hampir tiap negara mempunyai kelompok-kelompok seperti ini, tetu dengan nama dan wadah yang beragam. Sebut saja untuk Indonesia, yang paling populer PKBI (mengisi rubrik muda setiap hari Jum’at di Kompas).
Palang Merah Indoensia (PMI) merupakan salah satu lembaga yang menaruh perhatian pada pengembangan diri remaja. Melaui konsep Life Skill Education, Pendidikan Wanita Sebaya, Pendidikan Remaja sebaya diharapkan akan terbentuk generasi bangsa yang berkualitas. Konsep dari PMI sendiri menitikberatkan pada 3 aspek, yakni Aspek Sosial, Aspek Sosial dan Aspek Emosional. Dengan ketiga aspek tersebut diharapkan remaja mamapu untuk mencari jati dirinya memaui hal yang positif dan dengan hasil yang positif.
P3RS (Pusat Pengembangan Pendidikan Remaja Sebaya) KSR PMI UNHAS merupakans salah satu badan/wadah semi ototom KSR PMI UNHAS yang titik focus kerjanya adalah peningkatan kualitas hidup remaja melalui program Pendidikan Remaja Sebaya (PRS).
KSR PMI UNHAS mempunyai tanggung jawab atas peningkatan kualitas hidup remaja melalui Pengembangan Pendidikan Remaja Sebaya. Kami berangkat dari sebuah cita – cita besar bahwa semua remaja Indonesia mempunyai kualitas hidup yangs sehat dan baik. Dan dengan harapan kedepannya bahwa remaja berkualitas akan menghasilkan generasi yang berkualitas dan kualitas peradaban yang lebih baik di bangsa kita.
Berdasarkan pengalaman selama ini, kami selalu berusaha untuk mencari metode, bentuk, format baru dalam usaha pembinaan. Ini kami lakukan guna menyeimbangkan dengan kondisi yang ada. Secara umum konsep yang kami akan kembangkan adalah pendampingan langsung dan training kader.
Dalam pendampingan langsung ini, fasilitator PRS KSR PMI Unhas mempunyai kelompok binaan di tiap sekolah. Pemberian materi dilakukan setiap minggunya layaknya ekstrakulikuler lainnya. Monitoring sampai evaluasi dilakukan oleh fasilitator sendiri dan pada akhir program dilakukan evaluasi dan selanjutnya kelompok ini diarahkan untuk membimbing adik kelasnya.
Berdasarkan pengalaman selama ini, kami selalu berusaha untuk mencari metode, bentuk, format baru dalam usaha pembinaan. Ini kami lakukan guna menyeimbangkan dengan kondisi yang ada. Secara umum konsep yang kami akan kembangkan adalah pendampingan langsung dan training kader.
Dalam pendampingan langsung ini, fasilitator PRS KSR PMI Unhas mempunyai kelompok binaan di tiap sekolah. Pemberian materi dilakukan setiap minggunya layaknya ekstrakulikuler lainnya. Monitoring sampai evaluasi dilakukan oleh fasilitator sendiri dan pada akhir program dilakukan evaluasi dan selanjutnya kelompok ini diarahkan untuk membimbing adik kelasnya.
Sumber:Doc.P3RS KSR PMI UNHAS
Posting Komentar