Indonesia sebagai negara kepulauan
Nenek moyangku orang pelaut… adalah sepenggal syair lagu yang tidak asing di telinga. Dinyanyikan
dengan khidmat sebagai bentuk keyakinan bahwa dibalik luasnya laut di negara
kepelauan ini juga ada pelaut-pelaut ulung yang menguasainya. Sebagai negara
kepulauan, kawasan peraiaran adalah wadah yang menyatukan pulau-pulau tersebut
dari Sabang ujung Sumatra sampai Marauke ujung Papua. Sebagai jembatan
penghubung dari pulau ke pulau yang bertebaran di negeri ini. Menjadikan negara
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di bumi dengan luas wilayah sebesar 1,904,569 km2 dan
jumlah pulau sebanyak 17.508 pulau. Kejayaan bangsa
Indonesia di laut tidak terlepas dari peran tiga kerajaan besar yang pernah ada
di nusantara yaitu Kerajaan Sriwijaya di Sumatra, Kerjaan Majapahit di Jawa dan
terakhir Kerajaan Gowa di Sulawesi. Tiga kerajaan inilah yang meninggalkan
jejak pengetahuan yang sangat berharga bagi bangsa ini dalam bidang kelautan.
Bahasa melayu menyatukan Indonesia
Dalam buku
Nusantara karya Bernard H.M Vlekke menjelaskan, bahwa asal-muasal suku-suku
bangsa di Indoensia yang berasal dari daratan Cina selatan tepatnya di Propinsi
Yunnan sekarang. Para imigran ini datang dalam dua gelombang dengan rentang
waktu lebih dari 2000 tahun gelombang pertama disebut Proto Melayu dan
gelombang kedua disebut Deutero Melayu. Proto Melayu dianggap sebagai leluhur dari
Gayo dan Alas di Sumatera bagian utara dan Toraja di Sulawesi dan sisahnya
kecuali Papua dan pulau-pulau di sekitarnya adalah bagian dari Deutero Melayu
Perbedaan secara
rasial ini tidak berpengaruh terhadap keberagaman bahasa di Indonesia. Berdasarkan
teori F dan P Sarasin yang merupakan penjelajah dan peneliti di pedalaman
Sulawesi, mengatakan bahwa sekitar 170
bahasa yang dipakai di kepulauan Indonesia adalah termaksuk kelompok Bahasa
Austronesia (Melayu-polinesia), sedangkan Bahasa Melayu yang menjadi nama
seluruh kelompok Bahasa Asia Tenggara yang mulanya hanya dipercakapkan di
daerah Sumatra dan semenanjung Malaya adalah berasal dari Hindia yang merupakan
Bahasa ibu dari sebagian 80 juta orang di Hindia.
Masuknya bahasa
Hindia ini ke kepulauan nusantara tidak terlepas dari peran para Biksu atau
para penyebar agama Budha yang melakukan misi penyebaran agama di nusantara.
Selain itu para pedagang dari Hindia juga memiliki peran yang penting dalam
penyebaran bahasa ini. Penduduk-penduduk Yunnan sebagai penduduk pertama yang
bermigrasi ke wilayah nusantara dan memiliki bahasa sendiri-sendiri sangat
sedikit kita dapati yang bermukim di wilayah pesisir dan kalaupun ada mereka
memilih menyingkir ke wilayah pedalaman yang disebabkan oleh gejolak politik
pada waktu itu.Tanpa disadari bahasa yang digunakan oleh para penyebar agama
Budha ini menjadi bahasa yang digunakan oleh banyak masyarakat yang bermukim di
wilayah pesisir sebagai konsekuensi pergaulan mereka.
Kerajaan
Sriwijaya di pulau Sumatera dan Malaka bandar besar di semenanjung Malaya
adalah dua wilayah yang menjadi urat nadi perdagangan nusantara dan dunia pada
waktu lampau dan memiliki peranan yang besar dalam penyebaran bahasa Hindi yang
di kemudian hari disebut dengan bahasa Melayu. Tingginya intensitas perdagangan
di kedua tempat tersebut memberikan rangsangan yang besar terhadap penyebaran
bahasa melayu hingga ke wilayah pelosok nusantara. Kerajaan Seriwijaya menjadi
tempat berkunjungnya para pendeta Budha untuk menyebarkan agama mereka juga
menjadi tempat persinggahan para mahasiswa dari Cina untuk belajar di
universitas Nalanda (Universitas tertua di dunia) di India dan Malaka sebagai
bandar perdagangan terbesar yang menjadi pusat berkumpulnya para
pedagang-pedagang yang berasal dari berbagai pulau di nusantara telah menjadi
titik point bagi peralihan bahasa Melayu menjadi lingua franca, hingga akhirnya
bahasa Melayu berubah menjadi bahasa Indonesia setelah beberapa kali mengalami
perubahan dalam konteks Ejaan Yang
Disempurnakan
Oleh:
M.Y.Weandara
Posting Komentar